welcome

welcome

Selasa, 30 Oktober 2012

Tama Sahabatku

Cerita dari dunia fantasi, negeri dongeng di wilayah keia menceritakan seorang lelaki berperawakan tinggi, kurus, tulangnya besar. Pipinya agak tirus ia suka sekali berpetualang dan penyuka kopi. Yang paling aku ingat dia sering membuatkan cokelat panas untukku. Dialah Tama sahabatku.
Dahulu kami sering menghabiskan waktu bersama hanya sekedar makan bersama berbagi cerita bersama atau bermain, bersepeda, tertawa bersama. Main kejar-kejaran maupun ejek-ejekanpun bersama. Menyenangkan sekali bersamanya. Jika aku mendapatkan kesulitan ia selalu ada untuk membantuku. Masih teringat jelas ketika kami bermain layang-layang bersama di loteng rahasia atap rumah Tama. Sejauh mata memandang terlihat hutan beton, anak sungai dan cahaya matahari yang mulai sirna di balik pegunungan. Dapat pula kita melihat anak-anak burung bermain, tertawa, bercanda di angkasa. Udara yang semilir sejuk hingga terasa ke tulang belulang. Namun ketika senja sudah hampir usai kami kembali ke gubuk kami. Suatu malam ia mengajakku ke atas loteng rumahnya, pada saat itu aku sedang risau memikirkan masalahku. Tapi seperti biasa cokelat panas buatanya selalu bisa membuat hatiku terasa damai. Menikmati secangkir cokelat panas dan melihat pemandangan malam dari loteng rahasia atap rumah Tama. Loteng rahasia atap rumah Tama, menawarkan suasana romantis di dalamnya, pijaran bintang dari langit maupun bintang dari bumi mengubah suasana menjadi berbeda, serta Langit yang menguning akibat pantulan bintang dari bumi. Namun aku sedikit lupa entah waktu itu bulan sedang tersenyum atau tidak. Yang pasti membuat rasa kita seolah menyatu dengan alam. Kami bercerita apasaja malam itu hingga tak terasa malam mulai larut kemudian aku di antarnya pulang ke gubug reotku. Pernah suatu hari ia mengajakku persepeda. Mengayuh sepeda berkeliling melewati Taman bunga hingga pinggiran hutan beton. Naik turun menyusuri jalanan di wilayah keia. Banyak selaki cerita-cerita konyol bersamanya yang tak dapat aku ceritakan. Sangat menyenangkan ketika aku sedang duduk termenung sendiri memandang birunya langit, putihnya awan yang berjalan dan burung kecil berlarian dari depan gubug reotku sambil memikirkan apasaja yang telah kulakukan bersama Tama sahabatku. Tanpa ku sadari aku sering memikirkannya. Jika ia tak ada di sisiku perasaan ku mulai gelisah bertanya pada hatiku dimana ia berada. Entah ini hanya sekedar rasa sayangku terhadap seorang sahabat atau perasaan sayang dalam bentuk lain. Aku selalu menepis rasa sayangku terhadapnya. Mungkin itu hanya perasaan sayangku terhadap Tama sahabatku. Ah….. entahlah lagi pula aku juga tak ingin memikirkannya terlalu jauh. Perasaan seperti itu akan cepat hilang dari benak ku, bukankah kami bersahabat. Beberapa hari kemudian ada festival kebudayaan di kota kami. Aku, Tama dan kawan-kawan melihat festival kebudayaan di sudut kota. Sangat mengasyikan berjalan menyusuri keramaian di malam festival bersama kawan-kawan ku. Setelah puas melihat-lihat dan bermain kemudian kami putuskan untuk makan malam di luar keramaian. Hingga tak terasa waktu sudah menunjukan hampir tengah malam kemudian kami bergegas untuk kembali pulang. Di tengah perjalanan seseorang mengendarai bison bertanduk rusa dengan membawa gerobaknya dan melaju dengan kencangnya. Salah seorang kawan ku berteriak “AWAASSS!!!!…” secara sepontan ku tarik si Tama. Seolah ia akan tertabrak bison bertanduk rusa tersebut. Tanpa kusadari aku memeluk tangan Tama sahabatku, setelah tersadar aku menjauh darinya seolah-olah tak terjadi apa-apa. Tuhan … taukah Kamu …? rasa jantungku bak suara gemuruh petir yang hendak turun hujan, yang seakan menyambarku. Namun, rasa yang kembali muncul di hatiku itu lagi-lagi aku tepis. Tuhan … tauhah Kamu ….? Sehari setelah kejadian itu ia mengugkapkan bahwa akulah sosok seorang puteri yang selama ini ia cari dan ia inginkan aku tuk jadi kekasihnya. Lagi-lagi bak suara gemuruh petir itu menyambar jantungku. Seorang sahabat yang selalu ada untukku ternyata menyimpan rasa yang sama, seperti perasaan yang selama ini aku tepis. Tuhan, aku tak lagi dapat berpikir sejernih tetesan embun dikala fajar menyingsing. Bagaimana bisa di dalam ikatan persahabatan kami tumbuh benih-benih yang di namakan benih cinta. Kebingunganku untuk memilih tetap bersahabat dengannya atau pilihan lain untuk menjadi kekasihnya. Tuhan … beri aku jalan. Entah apa yang aku pikirkan, nyata-nyata sudah terlihat jelas Tama sangat menyayangiku. Tapi tetap saja ada keraguan di benakku. Dia menginginkan aku menjadi kekasihnya, namun sorot matanya seolah berkata lain. Ia menawarkan dua pilihan padaku untuk menjadi kekasihnya atau tetap menjadi seorang sahabat baginya. Ketakutanku akan melukai perasaannya suatu hari kelak. Perbedaan di antara kami yang membuatku enggan menjadi kekasihnya. Namun tak dapat ku elak aku pun tak bisa bila harus jauh darinya. Entah setan atau malaikat yang merasuki raga dan pikiranku dikala itu. Masih teringat musim hujan minggu ke-3 di bulan 10, kami menjadi sepasang kekasih yang berbahagia, aku merasa seperti di bawah pohon yang sangat rindang, menyudut di Taman bunga bersamanya. Namun dari balik mataku ia melihat ada keraguan. Kemudian Ia menanyaiku sekali lagi tentang rasa. Ia menggoyahkan pemikiran dan perasaanku. Aku menebak-nebak apa yang sebenarnya ia inginkan dariku, seolah ia inginkan ku tapi seolah ia lebih nyaman bila menjadi sahabat bagiku. Pikiranku semakin kalut dibuatnya. Taukah Kamu Tuhan…? beberapa hari kemudian aku mengecewakan Tama. Aku memilih untuk menjadi sahabatnya. Entah bagaimana perasaan Tama di kala itu. Tama, maafkan aku. Sehari dua hari telah berlalu, ia menghindariku. Tama… hilang kemana jejakmu? Hatiku bak tertusuk-tusuk belati, dan tak seorangpun tau hujan deras dari mataku selalu jatuh di pipi setiap harinya. Hingga suatu hariku menemukan ia tertidur di istananya. Ketika ia terbangun dari mimpinya ia terheran-heran melihatku telah berada di sisinya. Entah apa yang ia pikirkan tentang diriku. Mungkin ia berfikir apakah ia masih berada di dalam mimpinya. Aku mendatangi istananya hanya sekedar melihat keadaanya dan mengantarkan makanan untuknya lalu aku kembali kegubug reotku. Aku menghabiskan waktu siang malam duduk termenung di gubuk reotku seperti biasanya, pandanganku kosong dan pikiranku hanya tertuju pada Tama seorang. Terasa timpang perasaanku. Bayangkan saja minggu ke-3 aku masih berada di Taman bunga bersamanya, namun minggu setelah itu kami terpisahkan oleh jurang perbedaan. Hingga pada suatu malam ia mendapatiku sedang duduk termenung seorang diri di depan gubug reotku. Alangkah senang hatiku ia sudah mulai sedikit terbuka kepadaku. Ia terus saja memandang ku, dan entah apa yang terjadi padaku. Tiba-tiba saja air mataku jatuh mengalir kebumi. Ia terlihat bingung harus berbuat apa pada ku. “Tama taukah kamu ….? aku ingin kembali ke taman bunga bersamamu”. Ujar kata hatiku hujan masih saja deras membasahi pipi. Tama kamu dimana? Aku tak bisa bila harus tidak berkomunikasi denganmu. Aku selalu mencari-cari alasan agar dapat bertemu dengannya. Aku kira setalah satu atau dua minggu berlalu persahabatan kami akan kembali biasa seperti dahulu. Namun tak seperti yang aku harapkan. Persahabatan kami berubah menjadi pertemanan biasa. Kini tak ada lagi makan bersama berbagi cerita-cerita konyol bersama atau hanya sekedar bermain atau tertawa bersama. Walaupun Tama selalu baik pada ku tapi kini Tama tak selalu ada untukku. Hitungan hari telah menjadi bulan, walaupun aku ta dapat melupakanya dan ia tak selalu ada untukku tak mengapa. Ia tak perlu tau apa isi hati ku. Aku akan selalu ada untuknya. Tak boleh aku terus menerus tersudut diam dan pasrah seperti seekor anak kucing yang sedang tersesat di tengah hutan. Ku tak akan melupakan kisahku bersamanya. Aku akan menyimpan kisahku bersamanya di dalam hatiku. Walaupun aku tak dapat menebak apa yang akan terjadi esok, lusa maupun kehidupanku selanjutnyam, aku akan tetap mencoba menikmati alam tanpa kehadiran Tama seorang diri. Dengan harapan setidaknya kami menjadi sahabat baik seperti dahulu. Walaupun kini Tama tak lagi menjadi kekasih ataupun sahabat baik untuk ku, rasaku untuknya tetap sama aku tetap mencintainya dan dialah sahabat terbaik yang di berikan Tuhan untukku. Terimakasih, karenamu aku menemukan apa itu arti kasih sayang dari proses kehidupanku. Nama: eyah (eyahxxxxxx@yahoo.co.id) Sumber Cerita: imagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar